Arsip untuk Mei 19th, 2011

Indonesia Kekurangan 2 Ribu Dokter Spesialis

Staf Ahli Kementerian Kesehatan, Krisna Jaya mengatakan hingga saat ini Indonesia masih membutuhkan dokter spesialis untuk ditempatkan di berbagai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang tersebar di seluruh Indonesia. Idelanya, satu RSUD minimal ditempati oleh empat orang dokter spesial dari berbagai keahlian yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

“Sampai saat ini Indonesia masih membutuhkan sekitar dua ribu dokter spesialis akan yang ditempatkan di berbagai RSUD di Indonesia untuk memenuhi quota empat orang dokter spesialis per RSUD,” ujar Krisna saat menjadi narasumber di acara Rakernas Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) di Sanur Paradise Hotel, Kamis, 19 Mei 2011.

Ia mengaku, Indonesia sebenarnya bukan kekurangan tenaga dokter spesialis, tetapi banyak dokter spesialis yang tidak mau ditempatkan di berbagai RSUD dengan berbagai alasan, mulai dari gaji yang terlalu kecil hingga dengan keluhan tempat terpencil.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan, pelayanan RSUD di Indoensia saat ini belum begitu maksimal. Penyebabnya, banyak RSUD di Indonesia tidak independen, lantaran ketergantungan dengan pemerintah setempat. Sesuai dengan amanat UU No 44 tentang RSUD, bahwa RSUD harus menerapkan pola pelayanan Badan Layanan Umum Daerah.

“Seharusnya, pendapatan RSUD tidak perlu lagi disetorkan ke daerah, tetapi hanya mengetahui saja laporannya. Ini untuk mencegah praktik bisnis pelayanan kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin yang memerlukan pelayanan optimal,” ujarnya.

Fakta yang terjadi selama ini, seluruh pendapatan disetor ke kas daerah, sementara pola pelayanan di RSUD sama sekali tidak menjadi perhatian dari pemerintah daerah setempat.

Akibatnya, banyak RSUD mencari keuntungan, sehingga banyak rakyat miskin, sekali pun sudah terjangkau Jamkesmas atau berbagai asuransi kesehatan lainnya, tidak terlayani dengan baik. Padahal, pemerintah daerah berkewajiban untuk membiayai pengobatan dan penyembuhan warga miskin yang menjadi tanggungjawabnya.

RSUD, sambungnya, harus diberi kewenangan penuh untuk mengolah sendiri pendapatannya. Sedangkan kekwatiran terhadap rakyat miskin yang berobat sebenarnya sudah dijamin pemerintah. RSUD tinggal mengklaim seluruh pembiayaan yang ada.

Menurut Kuntjoro, diskriminasi pelayanan bagi warga miskin selama ini memang ada hampir di seluruh RSUD, terutama bagi warga miskin kelas tiga. Namun, sejalan dengan sedang diprosesnya RSUD menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), keluhan tersebut semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir.

Dikatakan, dari 521 RSUD, baru 47 persen yang sudah terakreditasi untuk menjadi BLUD. Sisanya, masih dalam proses hingga sekarang. Selama proses ini berjalan, kata dia, sudah pasti diskrimnasi terhadap warga miskin tetap ada. “Namun kami sudah cek, jika keluhan terhadap kasus diskriminasi tersebut terus menurun, karena yang menjadi masalah adalah komunikasi yang tidak berjalan sebagaiamana adanya. Banyak RSUD yang tidak memiliki perangkat Humas,” ujarnya.

http://nasional.vivanews.com/news/read/221362-indonesia-kekurangan-2-ribu-dokter-spesialis

Tinggalkan komentar

RSUD Jakarta Selatan Ditarget Rampung 2013

JAKARTA – Dinas Kesehatan DKI Jakarta menargetkan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kawasan Jakarta Selatan selesai tahun 2013.

“Rumah Sakit Jakarta Selatan, kemarin sudah kita buka tender, untuk lomba gambarnya dulu. Sayembara gambar,” terang Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati di kantornya, Kamis (18/5/2011).

Dia menerangkan tender ini diikuti 118 peserta. Kriteria utama desain RSUD adalah kapasitas ruang rawat inap yang mampu mengakomodasi 400 tempat tidur. “Jadi desain rumah sakitnya seperti apa, yang jelas tempat tidur rawat inap 400 tempat tidur,” terang dia.

Dien juga menekankan RSUD tersebut nantinya harus ramah lingkungan, dengan konsep green hospital. Konsep ini disesuaikan dengan lokasi rumah sakit yang memang hijau dan banyak ditumbuhi pepohonan. “Yang penting kita sayembarakan green hospital, tidak merusak lingkungan, karena di sekitarnya memang banyak pepohonan,” imbuhnya.

Hingga tahun ini, Dien mengatakan anggaran RSUD telah mencapai sekira Rp10 miliar. Pembangunan rumah sakit di lahan seluas 2,5 hektare ini  ditargetkan pada 2012 dan selesai akhir 2013.

http://news.okezone.com/read/2011/05/19/338/458642/rsud-jakarta-selatan-ditarget-rampung-2013

Tinggalkan komentar

Lulusan Dokter Baru FK Harus Terus Perbarui Ilmu Kedokteran

Pelantikan dokter FK UGM periode IV T.A. 2010/2011 yang berlangsung pada hari selasa, 26 April 2011 berlangsung dengan hikmat. Pelantikan yang diikuti sebanyak 36 dokter baru diawali dengan nyanyian dari kelompok paduan suara mahasiswa FK UGM yang dilanjutkan dengan pengambilan sumpah dokter baru. Dokter baru terdiri dari 18 pria dan 18 wanita menerima ijazahnya pada hari itu.

Pelantikan yang dipimpin oleh Dekan FK, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D telah meluluskan sebanyak 7.240 dokter sampai saat ini. Pada periode ini lulusan terbaik diraih oleh Miftahul Jannah dengan nilai IPK sebesar 3.80. Lulusan termuda diraih oleh Rosyad Nur Khadafi dalam usia 22 tahun 2 bulan. Lulusan dengan usia tertua diantara teman-teman seangkatannya, 26 tahun atas nama Abdul Hamid Bin Ahmed Najib.

Prof. Ghufron menyampaikan agar dokter baru selalu menerapkan etika kedokteran dalam dunia prakter kedokteran. Seperti disampaikan dalam pidato sambutannya, “sebagai lulusan dokter baru supaya menerapkan etika kedokteran di dunia praktek kedokteran dan dokter juga dituntut untuk tidak bosan membaca guna mengupdate informasi dunia kedokteran”. dr. Gempol Suwondo, MM selaku direktur RSUD Banyumas juga menyampaikan ucapan selamat kepada dokter baru dalam sambutannya. “Selamat atas keberhasilan adik-adik dokter baru, saudara dapat menyelesaikan studi dan menjadi teman sejawat, saudara juga diharapkan dapat segera menerapkan kompetensi yang dimiliki dalam pelayanan kepada masyarakat”, ujar beliau. dr. Gempol juga menyampaikan harapannya kepada dokter baru, “kami mengharap saudara menjadi dokter yang professional, taat kepada aturan yang berlaku, senantiasa menjunjung tinggi keselamatan pasien, mengutamakan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien”. “Dokter harus selalu berpijak pada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Dokter dituntut harus selalu berpikir dan berkarya untuk kualitas profesi dan pengabdian kepada kemanusiaan”, ujar dr. Bambang Suryono Suwondo, SpAn KIC selaku ketua IDI wilayah DIY. “Pada kesempatan ini kami harapkan para dokter yang pada hari ini mengikuti pelantikan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat”, ujar Kepala Dinkes Provinsi DIY, dr. Sarminto, M.Kes dalam sambutannya. “Kami berharap saudara-saudara akan dapat memanfaatkan program internsip untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sebelum saudara-saudara menjalankan praktek mandiri atau melanjutkan pendidikan”, lanjut beliau.

Beliau tidak lupa berpesan agar dokter baru tidak henti menimba ilmu dan mengikuti perkembangan teknologi. “Saudara semua untuk tak henti menimba ilmu, mengikuti perkembangan teknologi. Saat ini, continuing professional development merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi. Era global dan pandangan masyarakat awam mengharuskan setiap kita untuk terus mengupdate ilmu dan ketrampilan kita sehingga tidak kalah dengan dokter asing yang akan semakin banyak datang ke negara kita”, ujarnya. “Yang kami miliki hanya modal tekad dan semangat untuk menjadi dokter. Berkat yang hadir dalam ruangan inilah penentu cita kami sebenarnya. Sehingga sudah selayaknya keberhasilan kami menjadi dokter kami persembahkan kepada mereka yang hadir disini”, seperti disampaikan oleh wakil dokter baru, dr. Rio Pranata pada pidato sambutannya. [dp]

Tinggalkan komentar

NTU Singapura mendirikan sekolah kedokteran

Nanyang Technological University (NTU) di Singapura berencana membuka pendaftaran mahasiswa kedokteran mulai tahun 2013.  Sebagai universitas yang pada mulanya berkonsentrasi pada bidang teknik, NTU kini berusaha menyediakan pula fasilitas untuk beberapa bidang yang lain seperti bidang bisnis dan seni. Setelah sukses menempatkan business school mereka pada top 30 dunia, NTU tengah merencanakan pendirian medical school di Singapura bekerja sama dengan Imperial College di London, Inggris. Sekolah kedokteran ini didirikan dengan tujuan untuk memenuhi jumlah permintaan dokter di Singapura yang diprediksi akan melonjak dalam beberapa tahun ke depan sebagaimana dinyatakan oleh menteri pendidikan Singapura, Ng Eng Hen.

Sekolah kedokteran ini rencananya akan menerima 150 mahasiswa tiap tahunnya dengan periode belajar 5 tahun. Adapun pada tahun pertama penerimaan, hanya 50 mahasiswa yang akan diterima. Dari 150 mahasiswa tersebut terdapat kuota untuk mahasiswa dari luar negeri sebesar 7.5%.  Mahasiswa lulusan NTU Medical School ini akan menerima gelar dari 2 universitas sekaligus, yakni NTU dan Imperial College, London.

Fasilitas untuk sekolah kedokteran ini masih dalam tahap pembangunan yang direncanakan siap digunakan pada tahun 2013. Sedangkan tenaga pengajar sekolah ini adalah 200 dokter asing yang terdidik dan terlatih dengan baik sebagaimana dinyatakan oleh Dr Ng, seorang dokter bedah. Kandidat presiden NTU, Professor Bertil Andersson mengatakan bahwa selain mempelajari hal umum seperti apa itu bakteri dan ginjal, mahasiswa akan belajar hal-hal teknis seperti bagaimana menjalankan klinik secara efisien, memahami ekonomi kesehatan dengan baik, dan bagaimana menyembuhkan pasien dengan memanfaatkan engineering.(YAD)

http://gogetuniv.com/home/2011/05/ntu-singapura-mendirikan-sekolah-kedokteran/

Tinggalkan komentar

Survey AKI dan AKB di Indonesia

Menurut hasil berbagai survei, tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) disuatu Negara dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetric yang bermutu dan menyaluruh.Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. . C. Upaya Menurunkan AKI dan AKB. Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkanKeadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan 

Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1). Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan.

Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada Tujuan Jaminan Persalinan ini adalah meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB (Angka Kematian Bayi) melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan. Sasaran

Anak balita merupakan salah satu populasi paling beresiko terkena bermacam gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup . Dalam mencapai upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) maka salah satu upaya promotif dan preventif yang mulai gencar dilakukan adalah Kelas ibu hamil dan Kelas ibu balita.

Menurut Prawirohardjo (2002), untuk menurunkan AKI dan AKB dengan menetapkan salah satu sasaran untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 125 orang per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 16 orang Target yang harus dicapai dinas kesehatan lampung timur untuk K1 dan K4 sebesar 90% sedangkan data yang didapatkan dari pra survei di dinas kesehatan lampung timur, sasaran ibu hamil untuk cakupan K1 dan K4 di kabupaten lampung timur

Sedangkan AKB di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 42/1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2004 menjadi 43.52/1000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Jambi, 2005: 26). Untuk mengurangi AKI dan AKB maka diperlukan suatu penatalaksanaan pelayanan kesehatan yang Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan

Tinggalkan komentar

RSUD Ketapang Kehabisan Obat

KETAPANG – Kekosongan obat-obatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agoesdjam Ketapang terus berlangsung. Situasi itu sudah berlangsung semenjak Februari 2011.

Pemerintah Kabupaten Ketapang, awal Mei lalu berjanji mampu menyelesaikan keluhan kekosongan obat di rumah sakit negara tersebut dalam waktu sepekan. “Memang terjadi ada kekosongan beberapa obat-obatan dalam empat bulan terakhir, dan kini rumah sakit sedang menunggu bantuan dari Pemda,” ujar Direktur RSUD Agoesdjam Ketapang, Djoko Hartono ditemui , Rabu (18/052011).

Dikatakan Djoko, kekosongan obat terjadi lantara pada 2010 lalu RSUD Agoesdjam tidak mendapat subsidi tahunan dari Pemda Ketapang. Jumlanya sekitar Rp 4 miliar setiap tahun. Sementara keuntungan yang diperoleh pada tahun berjalan menurut Djoko Hartono jumlahnya sekitar Rp 2 miliar. Jumlah itu habis untuk menutupi seluruh biaya operasioanal, dan untuk subsidi pasien miskin. “Ya kalau rumah sakit ini benar-benar ingin sehat, mungkin subsidi per tahun minimal harus rata-rata Rp 6 miliar, baru itu kita bisa lebih maksimal,” kata Djoko. “Selain obat-obatan, sejumlah pelayanan rumah sakit seperti alat-alat farmasi, oksigen, dan sejumlah bahan labolatorium pun terganggu akibat kondisi ini,” tambah Djoko.

http://pontianak.tribunnews.com/read/artikel/22202/rsud-ketapang-kehabisan-obat

Tinggalkan komentar

Penelitian Obat Herbal Masih Kurang

JAKARTA: Indonesia memiliki sekitar 38.000 spesies tumbuhan. Baru sebanyak 1.300 jenis di antaranya yang sudah diketahui memiliki potensi medis dan menjadi herbal. Masih banyak potensi sumber daya hayati lainnya yang belum tergali.

“Namun di antara ribuan jenis tumbuhan itu, belum banyak dipakai sebagai obat herbal moderen, yang bisa menggantikan obat kimia. Penyebabnya a.l. karena masih kurangnya riset di bidang tersebut,” kata Raymond R. Tjandrawinata, Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS), pada peluncuran Vitafem Free Me hari ini di Jakarta.

Menurut laki-laki yang juga peneliti ini, penyebab lainnya karena  banyak herbal yang ada tapi kurang diriset dengan baik, sehingga hasilnya kurang maksimal. Misalnya belum diketahui bagaimana farmakologisnya, dan diuji klinisnya.

Selama ini, ujarnya, herbal Indonesia lebih dikenal sebagai jamu, bukan sebagai obat. Para dokter juga tidak begitu saja menggunakannya sebagai pengganti obat kimia modern, sebelum terbukti khasiatnya melalui uji klinis pada manusia.

Raymond menuturkan untuk mengembangkan herbal Indonesia agar bisa diterima di dunia medis, salah satunya dengan menerapkan prinsip farmakologi moderen. “Sehingga herbal tidak dipasarkan sebagai jamu, tapi sudah diidentifikasi dan diisolasi senyawa berkhasiatnya,” ungkapnya.

Seperti yang dilakukan oleh DLBS, katanya, menerapakan metode  Tandem Chemistry Expression Bioassay System (TCEBS) untuk memenuhi prinsip farmakologi moderen. Dengan cara ini, senyawa berkhasiat dalam suatu herbal diisolasi hingga diperoleh suatu zat yang disebut fraksi bioaktif.

Salah satu hasil risetnya adalah obat OTC Vitafem Free Me, yang diindikasikan untuk premenstrual syndrome (PMS). Selama ini kaum perempuan yang akan mendapatkan datang bulan (menstruasi), selalu diikuti dengan munculnya gejala emosi seperti mudah marah, dan juga mempengaruhi fisik.

“Diperkirakan PMS ini memengaruhi sekitar 85% dari perempuan pada masa subur. Vitafem Free Me bisa membantu mengatasi masalah tersebut dan solusi bagi mereka yang mengalami nyeri haid,” ujarnya.

Dia menjelaskan obat herbal berupa kapsul yang dijual bebas tanpa resep dokter tersebut, mengandung fraksi bioaktif DLBS1442 yang berasal dari Phaleria macrocarpa (mahkota dewa), setelah melalui proses riset dengan teknologi Biomolecular yang didukung dengan TGEBS. (ea)

http://www.bisnis.com/umum/sosial/24045-penelitian-obat-herbal-masih-lemah

Tinggalkan komentar

Kalbe Farma Bangun Pabrik Obat Kanker Rp150 Miliar

JAKARTA – PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berencana akan melakukan pembangunan pabrik obat kanker (onkology) senilai Rp150 miliar pada tahun ini.

“Kita berencana akan membangun pabrik obat kanker pada tahun ini dengan nilai investasi sekira Rp150 miliar,” ungkap Direktur KLBF Vidjongtius dalam acara Investor Day di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (18/5/2011).

Lebih lanjut Vidjongtius menuturkan bahwa diperkirakan pembangunan pabrik obat kanker ini akan selesai pada akhir 2012 dan proses komersialisasi akan dilakukan perseroan pada awal 2013.

Adapun alasan perseroan membangun pabrik obat kanker ini dikarenakan obat kanker masih 100 persen impor sehingga harganya masih sangat mahal sehingga diperkirakan dengan nanti adanya pabrik obat kanker ini biaya akan obat kanker tersebut akan menjadi lebih murah.

Dana untuk membangun pabrik obat kanker tersebut termasuk dari capex yang dianggarkan oleh perseroan sebesar Rp650 miliar. Untuk capex yang sudah terealisasi hingga pertengahan tahun ini adalah sekira 30-40 persen dari Rp650 miliar.
(wdi)

http://economy.okezone.com/read/2011/05/18/278/458434/kalbe-farma-bangun-pabrik-obat-kanker-rp150-miliar

Tinggalkan komentar

Ketika Dokter Spesialis Kecewa dengan RS Tempatnya Bekerja

Dijanjikan Rp40 Juta, yang Diterima Rp19 Juta
Seorang dokter spesialis di salah satu rumah sakit (RS) di Bandarlampung merasa hanya diberikan janji manis oleh pemilik RS. Nasibnya terkatung-katung. Disebut karyawan, ia tak lagi bekerja dan menerima gaji. Jika diberhentikan, ia tidak pernah di-PHK. Mengapa demikian?

TIUPAN suara seruling yang melantunkan sebuah lagu Sunda dari kaset sayup-sayup terdengar di telinga. Begitu syahdu. Tetapi kadang juga mengiris hati. Seperih mendengar cerita dr. Chilataf Dalimunthe, Sp.An., salah seorang dokter spesialis anastesi yang sebelumnya pernah mengabdikan diri di Rumah Sakit Bintang Amin Husada (RSBAH).

Meski begitu, dokter yang biasa disapa Caca ini bercerita dengan santai. Ia duduk di satu dari enam kursi yang mengelilingi sebuah meja bundar dengan taplak warna cokelat yang cukup besar. Beberapa tisu, sendok, dan asbak tersusun di atasnya.

’’Saya awalnya mengabdikan diri sebagai dokter spesialis anastesi di Rumah Sakit Harapan Bunda, Batam,” ujar Caca mengawali kisahnya. Saat sedang bekerja, sekitar awal Agustus 2010, ia ditelepon pemilik RSBAH Rusli Bintang. Rusli memintanya bekerja di RSBAH. ’’Ketika itu, saya belum mengiyakan atau menolak,” tambah Caca.

Rusli, menurut dia, sejak itu terus menghubungi dirinya agar bersedia bergabung. Akhirnya, pertemuan berlanjut hingga dia bertemu dengan Rusli di Kabara, kafe yang ada di Universitas Malahayati (Unimal). ’’Saya ingat pertemuan tersebut juga sekitar awal Agustus, beberapa hari setelah Pak Rusli menghubungi saya lewat telepon,” sambungnya.

Pada saat pertemuan, pria 51 tahun itu ditawari penghasilan, insentif, dan jasa medis yang sama dengan saat dia bekerja di Batam. ’’Kalau di Batam biasanya saya terima Rp40-50 juta per bulan,” terangnya.

Tak hanya penghasilan besar, bapak tiga anak itu juga dijanjikan umrah setahun sekali bersama keluarganya tanpa mengeluarkan biaya pribadi. Selain itu, mencicil tanah murah untuk perumahan dan anaknya dapat melanjutkan pendidikan gratis ke Fakultas Kedokteran (FK) di Unimal.

Dia juga dijanjikan dapat bekerja sebagai dosen di FK dan akan dibangunkan ruangan intensive care unit (ICU) untuk meningkatkan pendapatannya. ’’Nah, mendengar tawaran menjadi dosen, saya terima tawaran beliau. Kebetulan saya memang sudah lama menginginkan selain dokter, juga menjadi dosen,” ungkapnya.

Pria asli Medan, Sumatera Utara, tersebut akhirnya resmi bekerja di RSBAH pertengahan Agustus 2010. Keluarganya ikut pindah ke Lampung. ’’Barang-barang juga ikut pindah dengan rute Batam, Jakarta, Lampung. Bisa dibayangkan biaya yang saya keluarkan,” ujarnya.

Sekolah salah satu anaknya juga otomatis pindah. Jika sebelumnya bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Al Azhar, Batam, kini masuk SD Tunas Mekar Indonesia, Lampung. ’’Termasuk istri saya juga pindah kerja. Dari yang semula di RS Bunda, Jakarta, ke Lampung,” sesalnya.

Istrinya, dr. Susi Andriani, Sp.A.K., spesialis akupuntur, ikut bekerja di RSBAH. Sama dengan dirinya, istrinya juga diberikan jam waktu mengajar di FK Unimal. ’’Tetapi, walaupun sudah diterima bekerja, baik saya dan juga istri saya tidak pernah menandatangani kontrak kerja yang menjelaskan hak dan kewajiban kami di sana,” jelasnya.

Waktu berjalan. Memasuki akhir September 2010, Caca dan istrinya menerima hasil jerih payah mereka yang pertama dari RSBAH. ’’Saat itu, kami menerima gaji Rp19 juta. Yakni insentif sebagai dokter Rp14 juta dan jasa medis Rp5 juta,” urainya.

Walaupun bulan pertama gaji yang dibayarkan tidak sesuai dengan janji Rusli sebelumnya, ia dan istrinya tidak mempertanyakan. Selain telah menerima rumah dan kendaraan dinas, ia tidak mempunyai dasar hukum kuat untuk mempertanyakan. Apalagi, dia dan istrinya juga tidak pernah menandatangani kontrak kerja, meski hal tersebut sudah sering dipertanyakan.

’’Memasuki bulan selanjutnya, baru timbul masalah,” timpalnya. Gaji yang diterima turun Rp13 juta dari semula Rp14 juta. Rp1 juta dikatakan potongan pajak penghasilan. ’’Sebenarnya tidak ada masalah. Persoalannya tak ada pembicaraan sebelumnya. Seharusnya pihak RS bersikap bijak sebelum memotong gaji karyawannya,” geramnya. Dia bertambah kesal saat menerima gaji Desember 2010. Bukan lagi Rp1 juta yang dipotong, melainkan Rp8,5 juta, lagi-lagi tanpa pembicaraan.

Dia mengakui jika dihitung take home pay, pendapatannya tak berkurang. Dia tetap menerima Rp14 juta. Namun itu sudah termasuk tunjangan jabatan sebagai wakil direktur. ’’Sedangkan sebagai dokter spesialis, yang saya terima hanyalah Rp5,5 juta tadi,” bebernya. Pemotongan tersebut, menurutnya, tidak hanya terjadi satu kali. Melainkan juga sampai beberapa bulan berikutnya. (rul/c1/dea)

http://radarlampung.co.id/read/berita-utama/33670-ketika-dokter-spesialis-kecewa-dengan-rs-tempatnya-bekerja-1

Tinggalkan komentar

Dokter akan dibatasi aturan dalam memberikan resep obat

JAKARTA. Kementerian Kesehatan berjanji bahwa tahun ini akan menyelesaikan aturan tentang pemberian resep obat oleh dokter. Aturan ini dibuat agar dokter tidak berlebihan dalam melakukan promosi obat, terutama obat keras seperti antibiotik.

Peraturan yang dibuat itu sebenarnya bukan peraturan yang rinci, namun Kementerian Kesehatan menetapkan aturan yang menuntut para dokter untuk mengikuti suatu standar. “Standar itu sudah ada sebenarnya, standar profesi kedokteran. Jadi aturan itu seperti mengajak dokter ikut standar yang ada. Jangan sampai berlebihan dalam memberikan resep, jadi jika batuk atau flu berilah obat yang sesuai, jangan terlalu banyak memberi antibiotik,” ujar Kepala Biro Hukum Kementerian Budi Sampoerno kepada Kontan.

Budi mengatakan bahwa aturan ini akan selesai tahun ini. Diharapkan, promosi obat keras termasuk antibiotic jangan sampai berlebihan. Hal ini untuk mencegah terjadinya peresepan obat yang akan merugikan pasien. “Kita usahakan tahun ini selesai, sekarang standarnya sedang dikaji lagi,” tutur Budi.

Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Sulistomo mengatakan bahwa aturan ini merupakan prosedur untuk mengingatkan dokter. “Agar dokter tidak kebablasan. Kan sudah ada kode etik dokter, para dokter juga sudah pada tahu, mereka mengerti lah, aturan ini hanya untuk mengingatkan,” jelas Bambang.

Sementara Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo mengatakan bahwa Dokter memiliki otonomi dalam memberikan resep obat kepada pasien, jadi tidak bisa diatur oleh aturan pemerintah. “Dokter itu memiliki otonomi untuk memberikan resep obat, kalau isi aturannya hanya mengimbau dokter agar mengikuti standar profesi kedokteran, ya tidak apa, asal jangan mengatur isi resep saja,” kata Prijo.

Lebih lanjut Prijo mengatakan bahwa para dokter sudah mengerti dan paham mengenai standar profesi kedokteran sehingga sebenarnya tidak perlu diingatkan. Memang ada dokter yang melakukan pemberian resep obat dengan antibiotik berlebihan dan tertuju pada perusahaan farmasi tertentu, namun itu sangat sedikit. “Ya memang ada dokter yang melakukan itu, memberikan resep obat antibiotik agar mendapat persenan dari perusahaan farmasi, tapi itu jumlahnya sangat sedikit, tidak bisa digeneralisasikan,” tambahnya kemudian.

Menurut Prijo, kalau masalahnya adalah konsumsi antibiotik yang berlebihan, itu tidak bisa menyalahkan dokter lantaran obat antibiotik itu dijual bebas di pasaran. “Kalau aturan ini adalah langkah dari ketakutan pemerintah bahwa dokter akan memberikan resep obat yang berlebihan sehingga akan merugikan pasien, ini salah, coba lihat di Pasar Pramuka, antibiotik dijual bebas, ini yang seharusnya dicegah. Antibiotik harusnya tidak dijual dengan bebas,” tandas Prijo kepada Kontan.

http://nasional.kontan.co.id/v2/read/1305729240/67809/Dokter-akan-dibatasi-aturan-dalam-memberikan-resep-obat

Tinggalkan komentar